AgioDeli.ID – Sekretaris Nasional (Seknas) Serikat
Boemi Poetera, Ir. H. Abdul Rasyid, ST, ME mendorong agar Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara (Pemprovsu) bersegera menyelamatkan Kaldera Toba.
“Harus bersegera dan butuh political will atau
kemauan politik yang futuristik dari Pemprovsu untuk menyelamatkan status Kaldera
Toba sebagai Anggota Global Geopark Network UNESCO!” seru Abdul Rasyid kepada
media di Medan, Jumat malam, 15 Desember 2023.
United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) diketahui telah menjatuhkan sanksi dengan penyematan status
“kuning” terhadap kualifikasi Geopark Kaldera Toba.
Pada 31
Agustus hingga 4 September 2023, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan
Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut telah menurunkan dua tim ahli ke
Sumatera Utara, sebelum akhirnya mendegradasi kualifikasi Geopark Kaldera Toba.
Kaldera Toba merupakan bentangan danau vulkanik
terbesar di dunia dan hamparan kehidupan yang secara administratif beririsan
dengan tujuh kabupaten di Sumatera Utara. Fitur ini terpilih sebagai Anggota Global
Geopark Network dalam sidang Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, Prancis, pada 7
Juli 2020.
Bagi Abdul Rasyid, sangat mengherankan jika kemudian
Pemprovsu merespon penetapan status Global Geopark tersebut hanya dengan
membentuk sebuah manajemen subordinat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar). Menurutnya, ini kebijakan yang tidak futuristik atau tidak
bernilai masa depan.
“Danau Toba saja, yang sejatinya salah satu bagian
dari Kaldera Toba, diurus oleh badan otorita. Badan otorita lebih mandiri dan
memiliki kewenangan luas,” beber Rasyid.
“Makanya, sulit diterima akal kalau Kaldera Toba
justru diurus oleh lembaga yang merupakan subordinat atau perpanjangan tangan
sebuah dinas di Pemprovsu,” tambah founder Sabang-Merauke Circle ini.
Penggagas Gerakan #MedanHebat yang juga Ketua Bidang
Pengembangan Potensi Daerah Pengurus Pusat (PP) Jaringan Media Siber Indonesia
(JMSI) ini merasa perlu mendorong Pemprovsu agar bersegera menyelamatkan Kaldera
Toba. Sebab, sedari awal dia mengetahui persis betapa besar upaya agar Kaldera
Toba menjadi bagian dari Global Geopark Network-nya UNESCO.
“Saya kiranya perlu bercerita, ketika Gubsu yang
ketika itu dijabat Gatot Pujo Nugroho datang menemui Menko Perekonomian
Pemerintahan SBY yang dijabat Pak Hatta Radjasa. Gatot datang untuk mengusulkan
agar Kaldera Toba menjadi Anggota Global Geopark Network,” kenang Rasyid.
Rasyid merupakan orang yang mempertemukan Gatot
dengan Hatta Radjasa. Sebab, ketika itu dia adalah staf khusus Menko
Perekonomian di Pemerintahan SBY.
“Gatot datang bersama seseorang yang saya kenal,
yakni Wan Hidyati yang menjabat Kepala Dinas Lingkungan Hidup di Pemprovsu. Jadi
saya tau persis kalau menjadikan Kaldera Toba sebagai bagian dari Global
Geopark Network UNESCO bukanlah pekerjaan mudah,” tukas Rasyid.
“Mengupayakan agar usulan itu ditampung negara saja
bukan pekerjaan mudah, apalagi kemudian membawanya sebagai materi yang dibahas
dalam sidang Dewan Eksekutif UNESCO,” seru alumnus Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara (USU) ini pula.
Dengan kapasitas dan jaringan yang dimilikinya, Rasyid
bertekad membantu upaya yang dilakukan stakeholder dalam mempertahankan status
global Geopark Kaldera Toba.
Diketahui, kartu “kuning” UNESCO akan membatasi
pembaruan status Kaldera Toba di Global Geopark Network. Pembaruan status itu
wajib dilakukan Anggota Global Geopark Network UNESCO setiap empat tahun.
“Jika tidak ada perbaikan hingga Juli 2024, status
Kaldera Toba sebagai Global Geopark dipastikan akan dicabut,” tutup Rasyid.
Sebagai Geopark, Kaldera Toba Paling Komplet
Salah satu pertimbangan UNESCO memilih Kaldera Toba sebagai
Anggota Global Geopark Network adalah karena memiliki kaitan geologis dan
warisan tradisi yang tinggi dengan masyarakat setempat, khususnya dalam hal
budaya dan keanekaragaman hayati.
Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Sumut, Ir Jonathan Ikuten Tarigan, sebagaimana dilansir salah satu media,
menegaskan hal itu.
Menurut dia, geopark atau taman bumi merupakan
konsep pengembangan kawasan secara berkelanjutan. Konsep ini memaduserasikan
tiga keragaman alam, yakni keragaman geologi (geodiversity), keragaman hayati
(biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity).
Konsep geopark bertujuan untuk pembangunan serta
pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada asas perlindungan
(konservasi) terhadap ketiga keragaman dimaksud.
Ahli Geoscience Indonesia ini menjelaskan,
Geodiversity Kaldera Toba adalah kaldera terbesar di dunia yang terbentuk
melalui “volcano-tectonic explosive.”
Yang spesifik, Biodiversity Kaldera Toba memiliki
hayati Andaliman. Andaliman sendiri merupakan tanaman endemik Toba yang
mengandung antimikroba dan antioksidan.
Sedangkan dari sudut cultural diversity, Kawasan
Kaldera Toba dihuni empat kelompok etnis (Batak Toba, Simalungun, Karo, dan
Pakpak).
Selain Geopark Kaldera Toba, dia menyebut di Indonesia
terdapat sejumlah geopark lainnya, yakni Geopark Batur (Bali), Geopark Belitong
(Bangka Belitung), Geopark Ciletuh (Jawa Barat), Geopark Gunung Sewu
(Yogyakarta), Geopark Gunung Rinjani Lombok (Nusa Tenggara Barat), Geopark Raja
Ampat (Papua Barat), Geopark Maros Pangkep (Sulawesi Selatan), Geopark Merangin
(Jambi), dan Geopark Ijen (Jawa Timur).
Dari seluruh geopark yang ada di negeri ini, tegas
dia pula, Kaldera Toba merupakan geopark paling komplet, baik dari sisi geologi,
hayati sampai kultural masyarakatnya.
Dia menjelaskan, Geopark Kaldera Toba memiliki
bentang alam yang beragam. Sebagai danau vulkanik terbesar dan terluas di dunia,
Danau Toba yang curam terbentuk oleh peristiwa geologi dengan lebar letusan
garis kawah 30 km, dan panjang letusan garis kawah 100 km. (*)
Penulis: Indra Gunawan
Email: indragunawanku@gmail.com